
campakkan dari bahumu semua titel tatkala berhadapan dengan nasehat yang didalamnya ada kebaikan dunia dan akhiratmu,,jangan pandang siapa yang memberitahumu,tapi lihatlah pesan yang dimaksud,
mimin memang orang yang tidak tahu apa-apa dibanding abang dan kakak semua,,jangan takut dibilang SOK ALIM atau apapun itu,
karena sifat seorang mukmin dengan mukmin lainnya adalah saling nasehat dan menasehati dalam kebenaran dan kesabaran,,
mimin copas dari sumber yang kredibilitasnya udah teruji,dan mimin kenal dengan owner sumber ini,dan sebagian mimin tambah dan ubah,,
jangan lihat panjangnya materi ini,ketahuilah itu adalah bisikan syaithon yang ingin supaya kita tidak bertambah ilmu untuk taat kepada Allah,,maka pada saat rasa bosan melandamu padasaat membaca ini,,berlindunglah kepada Allah dari syaithon yang terkutuk..
seperti biasa dan bukan hal yang biasa yang akan kita petik pelajaran pada kesempatan ini,,malam ini kita akan mempelajari satu akhlak yang sangat terpuji,,bahkan hal ini bisa membantu melunakkan hati tatkala hati keras dan susah menangis pada saat munajat kepada robbul a'lamin,,
semoga setelah membaca artikel ini,kita menjadi orang2 yang baik dan bahagia dunia dan akhirat,,
tahukah kalian bahwa perkara berbakti kepada kepada orangtua merupakan perkara yang mulia lagi agung.
ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah.
Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibusebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (LihatTafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Suatu hari, Ibnu Umar melihat seorang yang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lalu berkata kepada Ibnu Umar, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?”
Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu hembusan nafas ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (Diambil dari kitab al-Kabair, karya adz-Dzahabi)
Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu hembusan nafas ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (Diambil dari kitab al-Kabair, karya adz-Dzahabi)

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ”Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya, karena mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. Al-Israa’: 23-24).
Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan ayat ini,
“… dalam ayat ini Allah menggandengkan antara ibadah kepada-Nya dengan perintah berbakti kepada kedua orangtua. Allah Ta’ala berfirman, “dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak..”, sebagaimana dalam ayat-Nya yang lain, “bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada keduaorangtuamu, dan kepada-Kulah kamu kembali. “(QS. Luqman: 14).
“… dalam ayat ini Allah menggandengkan antara ibadah kepada-Nya dengan perintah berbakti kepada kedua orangtua. Allah Ta’ala berfirman, “dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak..”, sebagaimana dalam ayat-Nya yang lain, “bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada keduaorangtuamu, dan kepada-Kulah kamu kembali. “(QS. Luqman: 14).
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Dan Allah ta’ala berfirman, yang artinya:
”Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”,Yaitu, janganlah engkau mengucapkan perkataan yang buruk kepada keduanya, dan ucapan “ah” itu adalah ucapan yang mendekati perkataan buruk.
”Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”,Yaitu, janganlah engkau mengucapkan perkataan yang buruk kepada keduanya, dan ucapan “ah” itu adalah ucapan yang mendekati perkataan buruk.
“dan janganlah engkau membentak keduanya,”Yaitu, jangan sampai muncul perbuatan buruk darimu yang ditujukan kepada keduanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Atha’ bin Abi Rabaah tentang ayat tersebut, yaitu “janganlah mengibaskan tanganmu kepada keduanya.”
Tatkala Allah melarang seorang anak untuk berucap buruk ataupun berperilaku buruk , maka Allah memerintahkan anak untuk berkata yang baik dan berbuat yang baik. Allah ta’ala berfirman, yang artinya
“dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”,Yaitu, perkataan yang lembut, menyenangkan, bagus disertai dengan sopan santun, penghormatan dan pengagungan kepada keduanya.
Tatkala Allah melarang seorang anak untuk berucap buruk ataupun berperilaku buruk , maka Allah memerintahkan anak untuk berkata yang baik dan berbuat yang baik. Allah ta’ala berfirman, yang artinya
“dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”,Yaitu, perkataan yang lembut, menyenangkan, bagus disertai dengan sopan santun, penghormatan dan pengagungan kepada keduanya.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang”Yaitu, rendahkanlah dirimu di hadapan keduanya dengan perilakumu.
“dan ucapkanlah,’Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya, karena mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’”Yaitu mendoakan mereka ketika mereka telah tua renta, dan ketika mereka telah meninggal.”
Sahabatku, mari kita perhatikan bagaimana seorang shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bernama ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Aku bertanya,“Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling utama?”
Rasulullah menjawab,”Sholat tepat pada waktunya.”
Aku bertanya, “Lalu apa lagi?”
Beliau menjawab,”Berbakti kepada orangtua.”
Kemudian aku bertanya lagi,”Lalu apa lagi?”
Beliau berkata,”Berjihad di jalan Allah.”’
(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah menjawab,”Sholat tepat pada waktunya.”
Aku bertanya, “Lalu apa lagi?”
Beliau menjawab,”Berbakti kepada orangtua.”
Kemudian aku bertanya lagi,”Lalu apa lagi?”
Beliau berkata,”Berjihad di jalan Allah.”’
(HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya,”Apa engkau masih memiliki ibu bapak?”
Dia berkata,”Ya.”
Beliau berkata,”Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas, tahulah kita bahwa berbakti kepada orangtua merupakan amalan yang paling utama setelah sholat wajib yang dikerjakan tepat waktunya, serta merupakan amalan jihad yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Inilah Kisah Ulama’ serta Bakti Mereka kepada Orangtua
Wahai saudraiku, kini kan kuhadirkan untukmu nukilan kisah para ulama serta amalan bakti mereka kepada orangtuanya. Merekalah orang yang berilmu, lagi paling mengetahui hak-hak yang besar yang dimiliki orangtua atas diri-diri mereka. Betapa mereka sangat perhatian dengan hal ini, karena bakti mereka kepada orangtua adalah pembuka jalan menuju surga. Semoga nukilan kisah ini kan menjadi cerminan, bagaimana seharusnya kita memperlakukan orangtua, sebagaimana yang dilakukan para ulama.
Ketika ibu beliau meninggal, beliaupun menangis. Orang yang mengetahui hal itupun bertanya kepada beliau yang mungkin didorong rasa heran karena melihat seorang yang ‘alim di antara mereka tak mampu menahan airmatanya tatkala mendapati ibunya telah meninggal. “Mengapa Anda menangis?”. Maka Iyas bin Mu’awiyyah menjawab,”Dahulu aku memiliki dua pintu yang terbuka untuk menuju surga, namun kini salah satunya telah terkunci.”
Wahai Sahabatku, lihatlah betapa sedihnya salah seorang ulama kita ini ketika ibunya meninggal dunia. Lalu bagaimana kiranya dengan kita, adakah rasa sedih kehilangan pintu surga sebagaimana yang dirasakan Iyas bin Mu’awiyyah tatkala salah satu dari keduanya meninggal? Lalu tak lebih bersedihkah kita tatkala tak lagi mendapati dua pintu surga karena kedua orangtua kita telah tiada?
Abu Hanifah
Sesungguhnya ibu dari Abu Hanifah pernah bersumpah dengan satu sumpah, kemudian dia melanggarnya. Maka sang ibu pun meminta fatwa kepada anaknya, Abu Hanifah. Namun ternyata ibunya merasa tidak mantap dengan fatwa yang diberikan anaknya.
Ibunya berkata,”Aku tidak merasa ridha, kecuali dengan mendengar langsung fatwa dari Zur’ah Al-Qash!”
Maka Abu Hanifah pun mengantar ibunya untuk meminta fatwa kepada Zur’ah.
Ibunya berkata,”Aku tidak merasa ridha, kecuali dengan mendengar langsung fatwa dari Zur’ah Al-Qash!”
Maka Abu Hanifah pun mengantar ibunya untuk meminta fatwa kepada Zur’ah.
Namun Zur’ah Al-Qash mengatakan,”Wahai Ibu, engkau meminta fatwa kepadaku, sementara di depanku ada seorang yang paling alim di kota Kuffah?!”
Abu Hanifah pun berkata dengan berbisik kepada Zur’ah, “Berilah fatwa kepadanya demikian dan demikian” (sebagaimana fatwa Abu Hanifah kepada ibunya), kemudian Zur’ahpun memberikan fatwa hingga ibu Abu Hanifah merasa ridha!
Abu Hanifah pun berkata dengan berbisik kepada Zur’ah, “Berilah fatwa kepadanya demikian dan demikian” (sebagaimana fatwa Abu Hanifah kepada ibunya), kemudian Zur’ahpun memberikan fatwa hingga ibu Abu Hanifah merasa ridha!
Wahai sahabatku, inilah sikap bakti Abu Hanifah kepada ibunya. Rasa cinta dan baktinya kepada sang ibu tidaklah membuatnya merasa gengsi tatkala sang ibu menginginkan fatwa dari orang lain yang tingkatan ilmunya justru lebih rendah dari Abu Hanifah. Dan lihatlah, beliau sama sekali tak merasa sombong dan angkuh di hadapan ibunya meski orang lain telah mengakui kefaqihannya dalam memahami ilmu syar’i.
Dalam kisah yang lain, Abu Yusuf menyampaikan, “Aku menyaksikan Abu Hanifah rahimahullahu ta’ala menggendong ibunya naik ke atas keledai untuk menuju majelisnya ‘Umar bin Dzar, dikarenakan ia tak ingin menolak perintah ibunya.” Adapun yang dimaksud adalah Ibu Abu Hanifah menyuruh beliau untuk bertanya kepada ‘Umar bin Dzar tentang kepentingan ibunya.
Manshur bin Al-Mu’tamar
Muhammad bin Bisyr Al-Aslami berkata,”Tidaklah didapati orang yang paling berbakti kepada ibunya di kota Kuffah ini selain Manshur bin Al-Mu’tamar dan Abu Hanifah. Adapun Manshur sering mencari kutu di kepala ibunya, dan menjalin rambut ibunya.”
Wahai sahabatku, perhatikanlah bakti Manshur kepada ibunya, yang menyempatkan dirinya untuk mencari kutu dan menjalin rambut sang ibu. Betapa amalan itu mungkin remeh di mata kita, namun begitu besar di mata Manshur. Bahkan perbuatannya tersebut tidaklah membuatnya merasa turun harga dirinya disebabkan beliau seorang laki-laki.
Lalu bagaimana denganmu wahai sahabatku,terkhusus wanita, yang tentu engkau lebih layak untuk mengerjakannya karena engkau adalah seorang wanita?
Tidakkah kau lihat rambut ibumu yang mulai kusut dan tak tertata karena tak mampu merawatnya, sementara engkau hanya diam terpaku membiarkannya begitu saja?
Tidakkah kau lihat rambut ibumu yang mulai kusut dan tak tertata karena tak mampu merawatnya, sementara engkau hanya diam terpaku membiarkannya begitu saja?
4. Haiwah bin Syarih
Suatu hari Haiwah bin Syarih –beliau salah seorang imam kaum muslimin- duduk dalam majelis beliau untuk mengajarkan ilmu kepada manusia. Lalu ibunya berteriak memanggil beliau, “Berdirilah wahai Haiwah, beri makan ayam-ayam itu!”
Lalu beliaupun berdiri dan meninggalkan majelisnya untuk memberi makan ayam.
Lalu beliaupun berdiri dan meninggalkan majelisnya untuk memberi makan ayam.
Kembali kita bercermin kepada Haiwah bin Syarih, panggilan ibunya untuk memberi makan ayam tidaklah membuat beliau malu dan merasa turun derajatnya di hadapan murid-murid beliau.
Justru saat itulah beliau memberikan keteladanan yang besar kepada murid-muridnya akan kewajiban berbakti kepada orangtua dan lebih mendahulukan orangtua dibandingkan dengan orang lain. Bagaimana seandainya hal itu terjadi pada dirimu wahai sahabatku? Akankah engkau bergegas untuk menyambut perintah orangtuamu?
Justru saat itulah beliau memberikan keteladanan yang besar kepada murid-muridnya akan kewajiban berbakti kepada orangtua dan lebih mendahulukan orangtua dibandingkan dengan orang lain. Bagaimana seandainya hal itu terjadi pada dirimu wahai sahabatku? Akankah engkau bergegas untuk menyambut perintah orangtuamu?

Muhammad bin Al-Munkadir pernah menceritakan, “’Umar (saudara beliau) menghabiskan malam dengan mengerjakan sholat malam, sedangkan aku menghabiskan malamku untuk memijat kaki ibuku. Dan aku tidaklah ingin malamku itu diganti dengan malamnya ‘Umar.”
Melalui nukilan ini, Muhammad bin Al-Munkadir telah memberikan petuah secara tak langsung kepada kita, bahwa bakti kepada orangtua itu lebih besar pahalanya dari pada mengerjakan amalan sunnah. Bahkan meskipun amalan sunnah itu adalah sholat malam yang dilakukan semalam suntuk yang engkau pasti tahu sholat malam merupakan sholat sunnah yang paling utama.
Oleh karena itu, tatkala orangtuamu menyuruhmu melakukan sesuatu yang tidak melanggar aturan syariat, sementara engkau dalam keadaan melakukan amalan sunnah, maka segera sambut mereka, dan batalkan amalan sunnah tersebut untuk sementara.
Imam Ibnu ‘Asakir
Al-Imam Ibnu ‘Asakir pernah ditanya tentang sebab mengapa beliau terlambat dalam menuntut ilmu di Asbahan, maka beliau menjawab,”Ibuku tidak mengizinkanku.”
Al-Imam Ibnu ‘Asakir pernah ditanya tentang sebab mengapa beliau terlambat dalam menuntut ilmu di Asbahan, maka beliau menjawab,”Ibuku tidak mengizinkanku.”
Imam Adz-Dzahabi
Beliau pernah mengisahkan bahwa beliau membaca Al-Qur’an kepada Syaikhnya yang bernama Syaikh al-Fadhili. Kemudian beliau berkata,”Ketika guru kami (Al-Fadhili) meninggal, sementara aku belum selesai membaca Al-Qur’an dengannya, akupun merasa sedih. Kemudian ada orang yang menyampaikan kepadaku bahwa Abu Muhammad Al-Makin Al-Asmar yang tinggal di Iskandariyah memiliki sanad yang lebih tinggi daripada Al-Fadhili.” Imam Adz-Dzahabi berkata,”Maka semakin bertambahlah kesedihanku karena ayahku tidak mengizinkanku melakukan safar ke kota Iskandariyah.
Adz-Dzahabi menyampaikan dalam biografi ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Latif Al-Baghdadi, “Aku merasa sedih ketika bepergian kepadanya, tidaklah aku menyeberangi jembatan, karena khawatir dengan ayahku. Sesungguhnya dia telah melarangku.”
Adz-Dzahabi pernah mengadakan perjalanan menuju salah seorang imam dan tinggal di tempat imam tersebut selama beberapa waktu, lalu beliau berkata,”Aku telah berjanji dan bersumpah kepada ayahku, bahwa aku tidak akan tinggal dalam perjalanan ini lebih dari 4 bulan, sehingga aku khawatir menjadi anak durhaka.”
Lihatlah bagaimana sikap Imam Ibnu ‘Asakir dan Adz-Dzahabi yang begitu perhatian dengan izin dari orangtuanya. Begitu beratnya mereka untuk pergi, bahkan untuk menuntut ilmu sekalipun, ketika orangtuanya tak memberikan izin kepada mereka. Betapa takutnya mereka menjadi anak durhaka, hanya karena melanggar sedikit dari janji yang sudah disepakati dengan orangtuanya.
Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang terkenal sangat berbakti kepada ibunya, sampai-sampai ada orang yang berkata kepadanya, “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibumu, akan tetapi kami tidak pernah melihatmu makan bersama ibumu.” Beliau menjawab, “Aku takut kalau-kalau tanganku mengambil makanan yang sudah dilirik oleh ibuku. Sehingga aku berarti mendurhakainya.” (Diambil dari kitab Uyunul Akhyar, karya Ibnu Qutaibah)
Abu Hurairah menempati sebuah rumah, sedangkan ibunya menempati rumah yang lain. Apabila Abu Hurairah ingin keluar rumah, maka beliau berdiri terlebih dahulu di depan pintu rumah ibunya seraya mengatakan, “Keselamatan untukmu, wahai ibuku, dan rahmat Allah serta barakahnya.”
Ibunya menjawab, “Dan untukmu keselamatan wahai anakku, dan rahmat Allah serta barakahnya.” Abu Hurairah kemudian berkata, “Semoga Allah menyayangimu karena engkau telah mendidikku semasa aku kecil.”
Ibunya pun menjawab, “Dan semoga Allah merahmatimu karena engkau telah berbakti kepadaku saat aku berusia lanjut.” Demikian pula yang dilakukan oleh Abu Hurairah ketika hendak memasuki rumah.” (Diambil dari kitab Adab al-Mufrad, karya Imam Bukhari)
Ibunya menjawab, “Dan untukmu keselamatan wahai anakku, dan rahmat Allah serta barakahnya.” Abu Hurairah kemudian berkata, “Semoga Allah menyayangimu karena engkau telah mendidikku semasa aku kecil.”
Ibunya pun menjawab, “Dan semoga Allah merahmatimu karena engkau telah berbakti kepadaku saat aku berusia lanjut.” Demikian pula yang dilakukan oleh Abu Hurairah ketika hendak memasuki rumah.” (Diambil dari kitab Adab al-Mufrad, karya Imam Bukhari)
Dari Anas bin Nadzr al-Asyja’i, beliau bercerita, suatu malam ibu dari sahabat Ibnu Mas’ud meminta air minum kepada anaknya. Setelah Ibnu Mas’ud datang membawa air minum, ternyata sang Ibu sudah ketiduran. Akhirnya Ibnu Mas’ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang wadah berisi air tersebut hingga pagi.” (Diambil dari kitab Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
Sufyan bin Uyainah mengatakan, “Ada seorang yang pulang dari bepergian, dia sampai di rumahnya bertepatan dengan ibunya berdiri mengerjakan shalat. Orang tersebut enggan duduk padahal ibunya berdiri. Mengetahui hal tersebut sang ibu lantas memanjangkan shalatnya, agar makin besar pahala yang di dapatkan anaknya. (Diambil dari Birrul walidain, karya Ibnu Jauzi)
Haiwah binti Syuraih adalah seorang ulama besar, suatu hari ketika beliau sedang mengajar, ibunya memanggil. “Hai Haiwah, berdirilah! Berilah makan ayam-ayam dengan gandum.” Mendengar panggilan ibunya beliau lantas berdiri dan meninggalkan pengajiannya. (Diambil dari al-Birr wasilah, karya Ibnu Jauzi)
Kahmas bin al-Hasan at-Tamimi melihat seekor kalajengking berada dalam rumahnya, beliau lantas ingin membunuh atau menangkapnya. Ternyata beliau kalah cepat, kalajengking tersebut sudah masuk ke dalam liangnya. Beliau lantas memasukkan tangannya ke dalam liang untuk menangkap kalajengking tersebut. Beliaupun tersengat kalajengking. Melihat tindakan seperti itu ada orang yang berkomentar, “Apa yang kau maksudkan dengan tindakan seperti itu.” Beliau mengatakan, “Aku khawatir kalau kalajengking tersebut keluar dari liangnya lalu menyengat ibuku.” (Diambil dari kitab Nuhzatul Fudhala’)

Melihat tindakan Usamah bin Zaid, banyak orang berkata kepadanya, “Mengapa engkau berbuat demikian, padahal engkau mengetahui bahwa harga satu pohon kurma itu seribu dirham.” Beliau menjawab, “Karena ibuku meminta jamar pohon kurma, dan tidaklah ibuku meminta sesuatu kepadaku yang bisa ku berikan pasti ku berikan.” (Diambil dari Shifatush Shafwah)
Hafshah binti Sirin mengatakan, “Ibu dari Muhammad bin Sirin sangat suka celupan warna untuk kain. Jika Muhammad bin Sirin memberikan kain untuk ibunya, maka beliau belikan kain yang paling halus. Jika hari raya tiba, Muhammad bin Sirin mencelupkan pewarna kain untuk ibunya. Aku tidak pernah melihat Muhamad bin Sirin bersuara keras di hadapan ibunya. Apabila beliau berkata-kata dengan ibunya, maka beliau seperti seorang yang berbisik-bisik. (Diambil dari Siyar A’lam an-Nubala’, karya adz-Dzahabi).
Ibnu Aun mengatakan, “Suatu ketika ada seorang menemui Muhammad bin Sirin pada saat beliau sedang berada di dekat ibunya. Setelah keluar rumah beliau bertanya kepada para sahabat Muhammad bin Sirin, “Ada apa dengan Muhammad, apakah dia mengadukan suatu hal? Para sahabat Muhammad bin Sirin mengatakan, “Tidak. Akan tetapi memang demikianlah keadaannya jika berada di dekat ibunya.” (Diambil dari Siyar A’lamin Nubala’, karya adz-Dzahabi)

Berangkat tak pamit, pulang tak jelas jam berapa. Tidakkah mereka berpikir, betapa orangtuanya merasa gelisah kebingungan mencari anaknya,,apalagi anak gadisnya yang tak kunjung pulang?
Wahai sahabatku, apa lagi yang engkau tunggu? Segeralah berbuat baik kepada kedua orangtuamu. Karena apabila engkau mengerahkan seluruh tenaga untuk berbakti kepada mereka, niscaya itu tidak akan mampu menyaingi kebaikan mereka ketika mendidik dan merawatmu saat masih kecil.
Bergegaslah untuk mengunjungi mereka andai engkau telah lama tak berjumpa. ..
Bergegaslah untuk menelepon mereka andai lama engkau tak mendengar kabarnya…
Mintalah mereka untuk menghabiskan masa tuanya bersamamu…
Rawatlah mereka dengan penuh ketulusan.
Bergegaslah untuk menelepon mereka andai lama engkau tak mendengar kabarnya…
Mintalah mereka untuk menghabiskan masa tuanya bersamamu…
Rawatlah mereka dengan penuh ketulusan.
Bersihkan kotoran yang melekat pada badan dan pakaian mereka dengan keikhlasan andai mereka telah renta…
Tatalah ruangan mereka, beri pencahayaan yang cukup, dan perhatikanlah kebersihan ruangannya.
Tatalah ruangan mereka, beri pencahayaan yang cukup, dan perhatikanlah kebersihan ruangannya.
Ciumlah kening mereka dengan penuh ketulusan dan harapkanlah pahala dari Allah atas segala baktimu. Perlakukan mereka sebagaimana hamba memuliakan raja dan ratu…
Janganlah sampai kau perlakukan mereka layaknya seorang pembantu yang bisa kau suruh untuk menbantu pekerjaan rumah tanggamu. Na’udzubillahi min dzalik.
Dakwahi dengan kelembutan serta akhlak yang baik andai mereka belum mendapatkan hidayah-Nya.
Dakwahi dengan kelembutan serta akhlak yang baik andai mereka belum mendapatkan hidayah-Nya.
Segeralah meminta maaf andai engkau pernah mengucapkan kata-kata dan berlaku kasar yang membuat mereka tak ridha.
Sahabatku, mungkin engkau tak akan lama lagi melihat wajah mereka.
Lihatlah kulit-kulit mereka yang mulai kisut…
Kening-kening mereka yang mulai mengerut…
Raga yang tak lagi kuat dan sebentar lagi kan menantang maut..
Adakah engkau telah membuat mereka bahagia?
Sudahkah engkau melukiskan tawa di bibir mereka?
Atau justru engkau telah membuat mereka menangis karena tingkahmu yang tak menyenangkan mereka??
Sahabatku, mungkin engkau tak akan lama lagi melihat wajah mereka.
Lihatlah kulit-kulit mereka yang mulai kisut…
Kening-kening mereka yang mulai mengerut…
Raga yang tak lagi kuat dan sebentar lagi kan menantang maut..
Adakah engkau telah membuat mereka bahagia?
Sudahkah engkau melukiskan tawa di bibir mereka?
Atau justru engkau telah membuat mereka menangis karena tingkahmu yang tak menyenangkan mereka??
Wahai sahabat, lekaslah redakan tangis mereka.
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menasehatkan hal demikian kepada salah seorang yang datang kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menasehatkan hal demikian kepada salah seorang yang datang kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam bersabda,”Kembalilah kepada kedua orangtuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis..” (HR. Imam Abu Dawud dan An-Nasa-i)
berkata syaikh sulaiman ar-ruhaili hafizhohullahu :
TIDAKLAH ORANG YANG MEMULIAKAN ORANG TUA KECUALI ORANG YANG MULIA,DAN TIDAKLAH ORANG YANG MENGHINAKAN ORANG TUA MELAINKAN ORANG YANG HINA
datangi ibumu wahai sahabatku,,dan katakanlah sebelum Allah memanggilnya,,
"wahai ibu,mintalah kepada Allah agar Allah memasukan aku ke syurgaNYA
berkata syaikh sulaiman ar-ruhaili hafizhohullahu :
TIDAKLAH ORANG YANG MEMULIAKAN ORANG TUA KECUALI ORANG YANG MULIA,DAN TIDAKLAH ORANG YANG MENGHINAKAN ORANG TUA MELAINKAN ORANG YANG HINA
datangi ibumu wahai sahabatku,,dan katakanlah sebelum Allah memanggilnya,,
"wahai ibu,mintalah kepada Allah agar Allah memasukan aku ke syurgaNYA
Ya Robbi, ampunilah dosaku dan ampunilah dosa kedua orangtuaku, sayangilah keduanya, karena mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.
Di Penghujung Rindu kepada Ayah dan Ibu
Semoga kita dimudahkan untuk mempersembahkan bakti kepada kedua orangtua, sebagaimana bakti para ulama pada orangtuanya.. Aamiin..
( dengan sedikit penambahan dan pengurangan dari admin,red )
( dengan sedikit penambahan dan pengurangan dari admin,red )
#tda #3vs1 #ukmmedan #komunitassosial
www.tdamedan.orgsumber: muslimah.or.id
muslim.or.id
gambar dari om google
No comments:
Post a Comment